Advertisement

Selasa, 20 September 2011

salam Perpisahan Untuk Pare


Sebelum saya datang ke Pare, saya selalu memimpikan dapat belajar bahasa Inggris di tempat yang dijuluki orang-orang sebagai Kampung Inggris ini. Di dalam imajinasi saya, Pare adalah sebuah tempat yang sarat dengan ilmu-ilmu baru dan juga orang-orang yang tergila-gila Bahasa Inggris. Maka saya pun mulai mengumpulkan informasi mengenai Pare, nama-nama kursusan apa yang ada di sana, dan kursusan mana yang banyak direkomendasikan oleh orang-orang yang pernah belajar disana. Saya mengumpulkan artikel-artikel mengenai Pare dan menyatukannya dalam sebuah folder di laptop yang saya namai “PARE in dream”.

Ketika saya telah benar-benar berada di Pare,saya merasa sebuah mimpi saya telah menjadi kenyataan. Pare benar-benar sebuah tempat yang sangat sama dengan imajinasi saya. Pada minggu-minggu pertama saya di sini saya merasa ilmu pengetahuan seakan-akan bertebaran di mana-mana. Di pinggir-pinggir jalan,di warung-warung, di tempat-tempat berkumpul para siswa yang sedang mendiskusikan sesuatu dengan Bahasa Inggris atau sekedar ngobrol dengan bahasa bule itu. Saya begitu gila belajar, saya pelajari apapun yang saya inginkan di sini lewat kelas-kelas, buku-buku, tutor-tutor, semuanya terasa sangat menggairahkan.

Di Pare saya banyak sekali menemukan orang-orang dengan cita-cita besar, mimpi-mimpi indah, dan saya pun mulai kembali belajar bermimpi mengenai sesuatu yang indah dan spektakuler. Sesuatu yang sudah hilang dalam hidup saya semenjak saya menyadari bahwa realita terkadang membuat kita harus mengusir dia-diam mimpi kita sendiri.

Di Pare saya kembali membangun mimpi-mimpi saya, menjadikannya sebuah master plan yang sangat indah dan sempurna, membuat jantung berdetak lebih cepat ketika membacanya dan tidak malu lagi mengatakan mimpi dan cita-cita saya kepada orang-orang. Dan kemudian alarm peringatan bebunyi dalam otak saya, hei…masih berani juga kau bermimpi indah? Lupakan bahwa dunia nyata tidak seindah yang kau bayangkan?Tidak merasa takutkah merasa sakit ketika akhirnya mimpi-mimpimu itu hanya dongeng tidur belaka?
Tapi dengan keyakinan yang entah darimana, saya matikan alarm peringatan itu. Tidak. Saya akan kembali bermimpi dan saya akan menjaga mimpi itu sampai menemukan jalan untuk menjadikannya nyata.

Dan sekarang, ketika saya harus meninggalkan Pare, ada sedikit rasa takut dan pengecut hinggap di hati saya. Saya akan segera meninggalkan ‘dreamland’ ini. Dimana semua orang bebas bermimpi dan mengungkapkan mimpi-mimpi mereka dengan bangganya. Saya akan kembali ke dunia nyata saya. Dan ketika saya harus kembali dengan kenyataan-kenyataan hidup saya yang memang tidak indah, akankah mimpi-mimpi itu masih bisa saya pertahankan dalam otak dan hati saya? Apakah satu kata yang berbunyi ‘realita’ itu akan kembali menghapus bangunan mimpi-mimpi itu? Apakah saya akan tetap bertahan untuk bermimpi?
Pare tempat belajar saya, tempat yang pernah bisa membuat saya, dengan senang hati , belajar 17 jam sehari.

Pare tempat tidur saya, tempat menyemai kembali mimpi-mimpi saya, tempat saya kembali belajar berkata’ saya akan belajar menjadi bla,bla,bla’, tempat saya melupakan statemen pribadi saya, ‘I’m sick, I’m tired of dreaming”. Tempat  yang sempat membuat saya terlena dan tidak ingin kembali ke realita yang sudah menunggu saya di Terminal Jombang.

Pare, mungkinkah akan menjadi sebuah titik tolak dalam hidup saya? Mungkinkah menjadi pondasi yang cukup kuat untuk berjuang mewujudkan mimpi-mimpi indah saya? Mungkinkah bisa saya munculkan dalam biografi saya suatu hari nanti? Pertanyaan-pertanyaan pesimis itu kembali menyerang saya ketika waktu kepulangan benar-benar sudah ditentukan.

Pare, akhirnya saya harus bangun juga. Selamat tinggal mimpi indah. Tapi saya berjanji, ketika saya membuka mata saya nanti, mimpi-mimpi ini tidak akan pernah saya lupakan. Saya akan simpan dalam hati dan otak saya. Karena saya bangun dari mimpi ini bukan hanya untuk menghadapi realita dengan segudang rutinitas-rutinitas busuknya saja. Tapi saya bangun dari tidur saya ini untuk segera mandi dan berangkat berjuang meraih semua yang sudah saya bangun dalam dunia mimpi saya. Saya akan mengeja, menangkap, dan membawanya ke dunia nyata. Dan saya akan berkata dengan bangga, mimi-mimpi saya telah menjadi kenyataan.

Terima kasih Pare, untuk tidur panjang yang tenang. Untuk mimpi-mimpi indah. Suatu hari nanti saya akan kembali kesini dengan segudang cerita lain. Dan saya harap saya bisa menyajikan cerita dengan ending yang indah untuk semua pembaca.

Pare, 16 April 2011
05.37

Inaya Sari Melati

Senin, 19 September 2011

Cinta Bukan Sekedar


Eta’

Cinta bukan sekedar rasa suka
Lalu berkata…”ayo  kita jadian”
Bukan…bukan itu…

Cinta bukan sekedar ingin bersama
Selamanya
Lalu berkata “ Ayo kita menikah”
Tidak semudah itu

Cinta itu indah
Sekaligus rumit
Sesaat kau merasa bersayap malaikat
Sejenak kemudian kau bermandikan airmata

Cinta tidak hanya embutuhkan
Sekedar penyesuaian dua jiwa
Tapi juga membutuhkan keikhlasan
Saat dua hati tak bisa bersama

Walau cinta tak selamanya berakhir bahagia
Namun dalam sepinya jiwa yang terpisah
Cinta saling bicara

Cinta memang bukan sekedar
Kata “C-I-N-T-A”

malam (Ngilu)


St Malevo

Desis angin begitu sempurna
Dalam suhu yang menikan sembilu
Membuncah sampai ke ubun-ubun,ngilu

Malam ini tak bisa lelap
Dari jauh ka uterus menebar pilu
Dengan cecap sepahit empedu

Melipat waktu berharap menghapus ragu
Biar bekas sampai kesitu

JIKA..BILA MUNGKIN


 Eta’

Jika  bisa…
Aku kan menjadi angin di kemaraumu
Menghembuskan sejuk saat kau tak sanggup menaklukan
Gersang duniamu

Bila mungkin
Aku kan menjelma jadi hujan
Riuhkan benakmu
Saat sepi enggan pergi dari malam-mu

Jika bisa…bila mungkin
Semua pasti terjadi
Andai kau merelakan
Sedikit waktumu
Untuk melihatku disini
Di tempatku berpijak
Menunggumu membuka hati


KU INGIN MENEMANI


 St Malevo

Tak sudi melihat kau meratap
Tak mau melihat kau tak mantap
_ini  malam kita

Ku tahu itu muram
Tapi tak ingin kau mengais duka
_mari kita keluar dari kuasa gelap

Aku tak mau mimpi kita disulam penguasa
_hingga suram

Aku tahu kawan!
Ini bukan bual
_tapi memang kabar buruk bagi penguasa

Puisi kita bukan hanya puisi, ia tak mati-mati
_karena kita sedia membayar yang di minta

Dan aku sadar
Perjalanan kita baru saja dimulai

AKU SUKA


Eta’
Senyummu mungkin bukan
senyuman bulan
Tak apa…aku suka

Matamu mungkin tak berkerlip
Seperti bintang
Tak apa…aku suka

Hanya mengagumimu dari jauh saja
Aku senang
Tak perlu ada rayu
Atau peluk
Cukup melihatmu
Aku suka…

Biarlah cerita ini
Jadi rahasia
Tersimpan di kotak Pandora
Tak boleh ada yang tahu
Itu tak perlu

Cukup mempunyaimu dalam angan
Aku suka…


Malam Yang Mengigau


St Malevo

Sekejab bintang menghilang
_langitpun gelap

Sejenak merunduk di selasar kamar
_kopiku belum lagi ampas

Hujan renyai datang mengusik
_hanya sebentar

Namun endapnya masih terasa di selasar kamar
_malam belum juga mampu merayu tuk terlelap

Aku terus menatap langit
_seketika terdengar igauan
“jangan terlelap, waktu-Mu singkat”

Tahta Yang sama


St Malevo

Tak munafik, ini memang sindiran
Tentang  fakta yang menjilat pantat
Berjanji  tak sama akan membuat nyaman

Tapi kini masih sama!
Bertahta tanpa malu
Di atas jutaan luka orang

Tak hirau dengan cacian
Tak kenal dengan karma, apalagi takut
Yang beda tak tampak
Sengaja di campakkan!

Rabu, 14 September 2011

PERIODE INDONESIA BAGIAN TIMUR

Ada tradisi unik dalam bulan-bulan ramadhan yang dilalui SMART. Awalnya  program episode Ramadhan digunakan sebagai momentum untuk mendesain dan mengukur program-program yang hendak dan sedang dijalankan di SMART. Misalnya, Ramadhan 2004 kami mencoba untuk membuka program per materi dengan durasi  waktu 2 mingguan tanpa adanya penyaringan alias Placement Test. Dan saat itu adalah 2 minggu terberat dalam kinerja tim karena terlalu beragamnya siswa dalam sisi kemampuan dan latar belakangnya sementara program yang diambil adalah program yang memerlukan pendasaran tertentu seperti misalnya materi Tenses In Function dan Degree Of Comparison.
Demikian juga dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Selalu ada hal baru dengan segala kejutan-kejutan pembelajarannya yang unik, penuh makna dan mengasyikan.
Sejak  tahun 2009, ramadhan di SMART memiliki tradisi yang unik yaitu dalam bentuk komunitas siswa yang belajar di program Ramadhan dan akhir Ramadhan. Pada saat-saat Ramadhan, kelas-kelas SMART yang biasanya beragam komunitasnya, yang sering kami sebut sebagai The Truly Indonesia _Bhinneka Tunggal Ikka yang sebenar-benarnya_ mendadak berubah  menjadi kelas episode Indonesia Bagian Timur. Mengapa ? Karena peserta kursus pada periode ini kebanyakan berasal dari SWISS (Sekitar  Wilayah Sulawesi Selatan) dan Lombok.
Program Ramadhan memang didesain  untuk temen-temen yang tidak pulang kampung dan memang biasanya teman-teman siswa yang berasal dari jauhlah yang punya tradisi itu. Dan hebatnya, tradisi tersebut ditumbuhsuburkan oleh mereka yang berasal dari wilayah timur Indonesia, sehingga kami sering menyebut periode Ramadhan dan Akhir Ramadhan sebagai Periode kelas khusus Indonesia bagian Timur yang senantiasa didominasi oleh para pejuang dari bumi Sulawesi, Maluku dan Lombok.
Masih terkenang periode Pre Grammar Ramadhan 2009 yang 65% dari wilayah timur ini, dan kebetulan sudah ‘berumur’ sehingga memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Hal yang sangat membanggakan adalah semangat belajarnya yang luar biasa. Perjuangan kelas episode sarat emosi ini benar-benar mengharu biru. Dan periode ini ditutup dengan perpisahan fantastis yang tidak terlupakan oleh saya selaku pribadi.
Dalam perpisahan yang sarat isak tangis ini, setiap orang mengungkapkan isi hatinya, dan ada satu salam perpisahan yang tidak terus saya ingat. Ungkapan jujur dan polos ini berasal dari seorang teman siswa yang kuliah di fakultas  keguruan dan ilmu Pendidikan Bahasa Inggris yang ketika itu  sudah duduk di semester 6, “ Meskipun saya tidak mendapat sertifikat dari SMART karena nilai saya tidak pernah lebih dari 30, tapi ada satu hal yang membuat saya sangat bangga dan bahagia. Hal itu adalah karena sekarang saya paham apa itu Noun Phrase!”
Kami pun tenggelam dalam gelak tawa yang bercampur keharuan yang dalam, karena si pemilik tutur tersebut menyatakannya dengan sepenuh hati dengan pancaran mata bangga yang luar biasa. Tak sedikit dari kami yang menitikan air mata, termasuk saya. Derai air mata seakan tak hendak berhenti.
Dalam hati kecil saya, ada rasa pedih yang tak terdefinisikan…
Subhanalloh..Allohu akbar..! Noun Phrase…? Sementara materi Noun Phrase di level ini (dulu, sekarang materi di program elementary Grammar) adalah materi Noun Phrase yang sangat sederhana dan sangat dasar. Rasa nelangsa sangat mendominasi hati saya saat itu…
Sungguh tak terbayang bagaimana materi dan metode pembelajaran di perguruan tingggi yang seringkali tidak memondasi kemampuan para mahasiswanya sementara mereka adalah para calon guru bangsa. Betapa terasa tak sepadan antara besarnya biaya kuliah yang setiap tahunnya selalu menanjak dan juga waktu yang terlewati dalam masa belajar dengan kompetensi yang didapatkan. Duhai…
Saat ini, program Akhir Ramadhan 2011, juga didominasi oleh para pembelajar dari wilayah timur Indonesia. Dan rekor yang tercipta adalah 100%! Artinya, program Primary Speaking, Pronunciation I, Elementary Grammar dan Med Class, seluruhnya berasal dari wilayah Indonesia bagian Timur. Uniknya, dari seluruh siswa tersebut, hanya satu yang berasal dari Lombok.
Inilah  kelas periode Indonesia Bagian Timur!


Pare, 9 September 2011

Sabtu, 10 September 2011

KELAS PERIODE INDONESIA BAGIAN TIMUR




Ada tradisi unik dalam bulan-bulan ramadhan yang dilalui SMART. Awalnya  program episode Ramadhan digunakan sebagai momentum untuk mendesain dan mengukur program-program yang hendak dan sedang dijalankan di SMART. Misalnya, Ramadhan 2004 kami mencoba untuk membuka program per materi dengan durasi  waktu 2 mingguan tanpa adanya penyaringan alias Placement Test. Dan saat itu adalah 2 minggu terberat dalam kinerja tim karena terlalu beragamnya siswa dalam sisi kemampuan dan latar belakangnya sementara program yang diambil adalah program yang memerlukan pendasaran tertentu seperti misalnya materi Tenses In Function dan Degree Of Comparison.
Demikian juga dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Selalu ada hal baru dengan segala kejutan-kejutan pembelajarannya yang unik, penuh makna dan mengasyikan.
Sejak  tahun 2009, ramadhan di SMART memiliki tradisi yang unik yaitu dalam bentuk komunitas siswa yang belajar di program Ramadhan dan akhir Ramadhan. Pada saat-saat Ramadhan, kelas-kelas SMART yang biasanya beragam komunitasnya, yang sering kami sebut sebagai The Truly Indonesia _Bhinneka Tunggal Ikka yang sebenar-benarnya_ mendadak berubah  menjadi kelas episode Indonesia Bagian Timur. Mengapa ? Karena peserta kursus pada periode ini kebanyakan berasal dari SWISS (Sekitar  Wilayah Sulawesi Selatan) dan Lombok.
Program Ramadhan memang didesain  untuk temen-temen yang tidak pulang kampung dan memang biasanya teman-teman siswa yang berasal dari jauhlah yang punya tradisi itu. Dan hebatnya, tradisi tersebut ditumbuhsuburkan oleh mereka yang berasal dari wilayah timur Indonesia, sehingga kami sering menyebut periode Ramadhan dan Akhir Ramadhan sebagai Periode kelas khusus Indonesia bagian Timur yang senantiasa didominasi oleh para pejuang dari bumi Sulawesi, Maluku dan Lombok.
Masih terkenang periode Pre Grammar Ramadhan 2009 yang 65% dari wilayah timur ini, dan kebetulan sudah ‘berumur’ sehingga memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Hal yang sangat membanggakan adalah semangat belajarnya yang luar biasa. Perjuangan kelas episode sarat emosi ini benar-benar mengharu biru. Dan periode ini ditutup dengan perpisahan fantastis yang tidak terlupakan oleh saya selaku pribadi.
Dalam perpisahan yang sarat isak tangis ini, setiap orang mengungkapkan isi hatinya, dan ada satu salam perpisahan yang tidak terus saya ingat. Ungkapan jujur dan polos ini berasal dari seorang teman siswa yang kuliah di fakultas  keguruan dan ilmu Pendidikan Bahasa Inggris yang ketika itu  sudah duduk di semester 6, “ Meskipun saya tidak mendapat sertifikat dari SMART karena nilai saya tidak pernah lebih dari 30, tapi ada satu hal yang membuat saya sangat bangga dan bahagia. Hal itu adalah karena sekarang saya paham apa itu Noun Phrase!”
Kami pun tenggelam dalam gelak tawa yang bercampur keharuan yang dalam, karena si pemilik tutur tersebut menyatakannya dengan sepenuh hati dengan pancaran mata bangga yang luar biasa. Tak sedikit dari kami yang menitikan air mata, termasuk saya. Derai air mata seakan tak hendak berhenti.
Dalam hati kecil saya, ada rasa pedih yang tak terdefinisikan…
Subhanalloh..Allohu akbar..! Noun Phrase…? Sementara materi Noun Phrase di level ini (dulu, sekarang materi di program elementary Grammar) adalah materi Noun Phrase yang sangat sederhana dan sangat dasar. Rasa nelangsa sangat mendominasi hati saya saat itu…
Sungguh tak terbayang bagaimana materi dan metode pembelajaran di perguruan tingggi yang seringkali tidak memondasi kemampuan para mahasiswanya sementara mereka adalah para calon guru bangsa. Betapa terasa tak sepadan antara besarnya biaya kuliah yang setiap tahunnya selalu menanjak dan juga waktu yang terlewati dalam masa belajar dengan kompetensi yang didapatkan. Duhai…
Saat ini, program Akhir Ramadhan 2011, juga didominasi oleh para pembelajar dari wilayah timur Indonesia. Dan rekor yang tercipta adalah 100%! Artinya, program Primary Speaking, Pronunciation I, Elementary Grammar dan Med Class, seluruhnya berasal dari wilayah Indonesia bagian Timur. Uniknya, dari seluruh siswa tersebut, hanya satu yang berasal dari Lombok.
Inilah  kelas periode Indonesia Bagian Timur!


Pare, 9 September 2011

Jumat, 09 September 2011

KEMISKINAN DITENGAH KEBERLIMPAHAN


“Bumi memiliki kekayaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Namun, bumi tidak dapat mencukupi kebutuhan segelintir orang-orang yang tamak”
         
             (Mahatma Gandhi)
Tampaknya, apa yang di ungkapkan Mahatma Gandhi diatas mendapat relevansinya untuk menggambarkan realitas sosial, politik dan budaya di Indonesia. Diusianya yang ke-66 tahun, prospek bangsa Indonesia dewasa ini, menunjukan pesimisme sebagian masyarakat yang terus menerus dipaksa untuk “menelan pil pahit” yang disodorkan dan perankan oleh para pemangku kuasa (pemerintah) dengan bejadnya prilaku moral mereka yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Syahdan, kemerdekaan yang dicita-citakan oleh para founding father yang melahirkan UUD 1945 dan era reformasi 1998 dengan cucuran air mata dan darah warga negara sebagai modal untuk kemerdekaan bangsa terbebas dari penjajahan, kemiskinan dan kebodohan, demi terciptanya kesejahteraan warga negara yang dapat mencukupi kebutuhan disegala lini.
Namun, realitas yang ada menunjukan, “kemerdekaan” yang setiap tahun diperingati hanya menghasilkan formalisme dan kemunafikan yang memprihatinkan secara realitas. Dimana banyaknya permasalahan yang menjerat para pemangku kekuasaan atau jenggo-jenggo kampung (pejabat) yang terus menerus “menelanjangi” dan “memperkosa” amanah rakyat dibawah pangkuan ibu pertiwi.
Pemimpin Sebagai Cermin
Seorang pemimpin mencerminkan yang dipimpin, baik buruknya prilaku pemimpin secara otomatis menggambarkan (maaf) buruknya yang dipimpin. Bagaimanapun, merekalah (rakyat) yang telah memberikan legitimasi untuk dipimpin.
Menjelang akan dilakukannya Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2014 mendatang dan akan dilangsungkannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) seperti di Provinsi Banten pada bulan Oktober tahun 2011. Tampaknya, rakyat harus kembali merasakan cumbuan dan rayuan para kandidat yang akan berlaga baik untuk Pemilu di tahun 2014 dan 2011 di Provinsi Banten.
Tentunya, para kandidat dalam setiap menghadapi Pemilu dan Pilkada telah mempersiapkan strategi untuk menjajakan “jualan-jualan politiknya” dalam meraih simpati publik sebagai proses pemenangan  dengan melakukan pendistrosian dan manipulasi kepercayaan publik untuk sebuah pencitraan dan kemenangan, kepentingan serta memperkaya pribadi maupun kelompok diatas penderitaan kemiskinan dan kebodohan rakyat.   
Maka, tak salah kiranya ungkapan Sastrawan Francis Honore De Balzac bahwa, setiap kekayaan yang besar merupakan kriminal. Kriminal yang didasari oleh watak kerakusan telah mendorong para pemimpin atau penguasa mencari kekayaan dengan cara yang tidak wajar atau kriminal. Hal tersebut ibarat “kanker” yang terus menerus menggerogoti tubuh (negara) untuk mempertahankan dirinya.

Pesimisme dan Harapan

Bila kita cermati, banyaknya kasus korupsi yang melibatkan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Menteri, Gubernur, Bupati  hingga tingkat kepala desa, telah mempertontonkan “ketelanjangan” secara vulgar imoralitas dan rendahnya kinerja serta ketidakpedulian mereka dalam mengemban amanah rakyat yang telah mengantarkannya ditapuk kekuasaan untuk memperjuangkan dan mengelola kekayaan bangsa dalam meningkatkan pembangunan kenegaraan dan kebangsaan.
Namun, kesejahteraan yang dicita-citakan jauh panggang dari api, dimana “kesejahteraan” hanya berpihak pada orang-orang yang memiliki kehormatan dan kekuasaan. Sedangkan, kebodohan dan kedunguan seolah-olah pantas bagi mereka atau masyarakat yang tersingkirkan dari keberpihakan “nasib baik” dan “angin surga”.
Kemudian, kemiskinan rakyat hanya mampu membangun impian dan khayalan yang tak kunjung menjadi kenyataan. Sehingga, pada Pemilu dan Pilkada (2014 dan 2011), para penguasa akan menjadikan momentum untuk memobilisasi massa sebagai tiket untuk meraih dan mempertahankan kekuatan dan kekuasaannya dimuka bumi menjadi sebagai jelmaan “tangan-tangan Tuhan” yang berhak menentukan kebahagian rakyat untuk digiring kepada kehidupan “neraka atau surga”.
Padahal, Presiden Soekarno dalam pidatonya 1 Juni 1945 didepan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonensia (BPUPKI) mengingatkan bahwa ”Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang akan kita buat hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip yakni keadilan politik dan keadilan sosial…Di dalam badan permusyawaratan, saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal…”  

Menitipkan Kebahagiaan
Dipenghujung tulisan, penulis teringat dengan kata-kata anekdot bahwa, hanya Seekor keledailah yang mungkin terjatuh dilubang sama. Tentunya, penulis mengingatkan dan mengajak kepada warga negara Indonesia yang memiliki dan menggunakan akal normalnya untuk selalu mengingat JASMERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah) dalam setiap menjalani dan menentukan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Sehingga, pemikiran dan akal normallah yang akan mampu menentukan dalam setiap pilihan antara yang haq dan bathil, terlebih dalam menentukan seorang pemimpin kenegaraan dan kebangsaan yang akan membawa kehidupan khalayak untuk lebih baik dalam menciptakan kesejahteraan dan kebahagian rakyat dari sebatas hanya serpihan dan kepingan-kepingan impian dan cita-cita yang kelak akan terwujud oleh mereka-mereka para pemimpin yang akan menjaga amanah rakyat dan memperjuangkan kebahagian yang telah dititipkan.    
Diwaktu yang sama Presiden Soekarno dalam pidatonya 1 Juni 1945 di BPUPKI mempertegas bahwa, “Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan”.
Sedangkan Adolf Hitler seorang pemimpin Nazi Jerman mengatakan bahwa, jika kesalahan sering dikatakan dan diulang-ulang, maka kesalahan dan ketololan yang terjadi kelak akan menjadi kebenaran. Maka, segala penyimpangan dan kemunduran yang berubi-tubi mendera negara bangsa Indonesia, sudah menjadi tugas semua elemen bangsa-lah (yang berakal normal) yang kelak akan merubah kemunduran menjadi kejayaan. Bagaimanapun, didunia ini tidak ada yang abadi, tetapi perubahan itulah yang abadi. Semoga ! 

IIN SOLIHIN
(PENULIS ADALAH PENELITI PADA LINGKAR STUDI ISLAM DAN KEBUDAYAAN  (LSIK) - CIPUTAT DAN AKTIVIS FORUM DISKUSI RUMAH ANAK BANGSA PARE)

  Musim Dingin  
Pare-Kediri Senin 10 Oktober 2011 
Room 05 Story 3



 
Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net